Renungan (1)
Mengapa harus lewat kata-kata
Yang menari seperti puisi
Yang mengalun seperti pantun
Yang terjaga dalam sebuah prosa
Mengapa harus berjalan . . .
Lewat sebuah mimpi yang dipaksa
Lewat keraguan mata dan telinga
Mengapa masih meraba, sedangkan mata masih dapat terbuka
Jangan terlalu yakin dengan sesuatu yang kebenarannya belum diyakini
Ah . . . . . . .
Itu hanya pantulan dari sebuah jiwa yang terbungkus keberaniannya
Walau mampu bersikap pemberani
Mengapa harus banyak kebijaksanaan dalam satu kebijakan pasti ?
. . . . . . .
Juli 1994
RENUNGAN (2)
Bayangan itu ada
Walau hanya sebuah bayangan
Dapat kubaca dengan mata
Kusimpulkan bersama pikiran
Dan
Kuyakini dalam hati
Matanya adalah . . . . .
Mengajak namun galak
Bening dalam kepolosan
Geraknya adalah . . . . .
Lincah dalam pesona lungguh
Lembut penuh sensasi
Katanya adalah . . . .
Sebuah puisi tak terurus
Sedikit berat namun akrab
Ada serumpun kehangatan
Menembus,
Melewati alur nadi
Merembes dinding hati
Hingga kedasar
Inikah . . . .
Sesuatu yang lain . . . . ?
Walau . . . .
Masih sebentuk bayangan . . .?
dari : catatan yang tak tersampaikan
Juli 1994 - EAR
Juli 1994 - EAR
pertamaxxx gak ya.....
BalasHapuspagi2,belum mandi berkunjung ke rumah sahabat dan akhrnya sarapan puisi yg baguss bgt.
BalasHapusbahan renungnku hari ini...
Tersanjung di tengok sahabat ceria ...
BalasHapusnuhun
Walau masih meraba2 makna (harap maklum), saya sangat mengagumi keindahan kata2...
BalasHapus@mba Lina : Lebih indah lagi, hati yang membacanya, terimakasih mba sudah mampir
BalasHapussalam bahagia