Terletak diantara Mina dan Arafah. Dinamakan dengan “Muzdalifah” karena manusia mendatanginya pada permulaan malam (atau tengah malam), atau karena manusia meninggalkannya secara serentak, atau karena disana manusia jaraknya dekat dengan Mina. Bisa juga dinamakan demikian karena Adam dan Hawa pernah saling mendekat dan berkumpul di sana, juga karena manusia juga berkumpul di Muzdalifah, dan lain sebagainya. Batasanya ialah dari lembah Muhassir sampai al-Ma’zamain (dua gunung yang saling berhadapan yang dipisahkan oleh jalan) sepanjang 4 km (lebih beberapa ratus meter) , dengan luas seluruhnya mencapai 12,25 km persegi.
Terdapat rambu-rambu yang yang menandai batas permulaan dan akhir Muzdalifah. Ia termasuk masy’ar di dalam batas tanah suci, yaitu salah satu tempat yang diperintahkan dalam manasik haji.
Tempat ini disinggung dalam al-Qur’an, (“Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram”)( Qs. Al-Baqarah/2:198) . Menurut Ibnu Umar ra, yang dimaksud dengan Masy’aril Haram dalam ayat tersebut ialah Muzdalifah seluruhnya.
Dikisahkan bahwa Rasulullah Saw dalam Hijjat al-Wada nya menjamak shalat Maghrib dan Isya’ di Muzdalifah. Muzdalifah juga merupakan tempat mabit (bermalam) para jemaah haji dalam perjalanan meninggalkan Arafah setelah terbenamnya matahari pada 9 Dzul Hijjah. Mereka shalat maghrib dan isya’ jama’ ta’khir di sana dengan satu adzan dan dua kali iqamat.
Kemudian mereka menuju Mina setelah shalat Subuh. Diperbolehkan mengambil batu-batu kerikil untuk jumrah di Muzdalifah, atau boleh juga mengambilnya di jalan atau di Mina.

dikutip langsung dari Sumber : Buku Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
0 komentar:
Posting Komentar