Buku-buku sejarah menyebutkan, bahwa atap kiblat masa Nabi SAW adalah untuk tiga serambi berbentuk arisy (ruangan tempat berteduh) seperti arisy Mysa As, bila tangan Nabi SAW diangkat ke atas, beliau bisa menyentuhnya. Tingginya kurang lebih 5 depa (kurang lebih 2,5 m). Kemudian pada perluasan pertama masa Nabi SAW, menjadi 7 depa, setelah itu Umar menambahkan satu serambi di kiblat dan dua serambi di Barat, dengan atap setinggi 11 depa (kurang lebih 5,5 m) dari pelepah korma Kemudian, pada masa Utsman Ra ditambah satu serambi di kiblat dan sebelah Barat, atapnya dibuat dari kayu al-Saj. Setelah itu Umar bin Abd al- Aziz menambahkan 2 serambi di Barat , 3 serambi di Timur, dan untuk pertama kalinya dia membuat 2 atap untuk masjid setinggi 25 depa (kurang lebih 12,5 m)
Setelah kebakaran pertama Sultan Ruknu al-Dien mengembalikan bangunan atap seperti sebelumnya, yaitu dua lapis, dan tahun 729 H, Sultan Naser Muhammad bin Qalawun al-Shailihy menambah 2 serambi pada tempat beratap di kiblat dari sisi Utara.
Atap dikembalikan dengan gaya satu atap saja oleh Qayit Bay setelah kebakaran kedua. Setelah itu Sultan Murad Khan menambahkan 3 serambi pada tempat beratap di kiblat, sisi Utara, meskipun begitu, pada sisi ini atapnya tetap saja tidak sampai atap masjid yang aslinya.
Pada masa al-Majidiyyah ditambah 2 serambi, dan saat itulah bisa mencapai batas atap seperti aslinya dari sisi Utara. Masa al-Majidiyyah mengkontruksi atap dengan bentuk kubah-kubah, sebagai perlindungan dari kebakaran, kubah itu juga masih dilapisi lempengan tembaga, supaya tidak terpengaruh oleh air hujan, dan air hujan akan lebih mudah mengalir, tingginya berbeda-beda, paling tinggi adalah Kubah Hijau, kemudian kubah Mihrab Utsmani, kemudian Kubah Babus Salam, sedang yang lain kurang lebih sama.
Jumlah seluruh kubah atap itu adalah 170 buah. Pada permulaan tahun 15 Hijriyyah diadakan perbaikan dan pembaruan lempengan tembaga, setelah sebelumnya dilakukan studi kelayakan.
0 komentar:
Posting Komentar