
Dilarang mengusap-usap jendela makam (kamar) dan menciumnya, atau menempelkan dada dan perut, sebab syari’at islam sama sekali tidak menuntunkan demikian. Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan “Ikutilah jalan-jalan hidayah dan jangan tertipu dengan sedikitnya pengikut, jauhilah jalan kesesatan dan jangan tertipu dengan banyaknya pengikut, barang siapa merasakan dalam dirinya bahwa mengusap-usap dengan tangan atau lainnya lebih berkah, maka tentu itu disebabkan kebodohan dan kelalaiannya, karena yang berkah adalah yang sesuai dengan syari’at dan pendapat para ulama, bagaimana mungkin seseorang menginginkan keutamaan dengan cara menyalahi kebenaran” (majmu’ li an-Nawawi. 8/275, al-idhah ;I an-nawawi, h.453) (ket gambar : Makam Nabi Saw)
Imam Ahmad berkata “Aku lihat ahlu al-Ilmi di madinah tidak mengusap-usap kuburan dan begitulah yang dilakukan Umar ra.
Sementara menurut Imam al-Ghazali “Adapun ziarah kepada Rasulallah Saw, maka harusnya (cukup) berdiri di hadapan makamnya, menziarahi beliau sesudah meninggal, sama seperti menziarahi ketika beliau hidup, maka janganlah mendekati makamnya melainkan seperti mendekati beliau dalam keadaan hidup, dan sebagaimana engkau lihat, adalah sebuah sikap hormat untuk tidak menyentuh dan menciumnya, hanya untuk berdiri agak jauh di hadapannya, maka begitulah yang semestinya engkau lakukan, sebab menyentuh dan mencium pemakaman itu adalah kebiasaan Nasrani dan Yahudi. (Ihya ‘Ulum al-Din al-Ghazali, 3/103)
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
Imam Ahmad berkata “Aku lihat ahlu al-Ilmi di madinah tidak mengusap-usap kuburan dan begitulah yang dilakukan Umar ra.
Sementara menurut Imam al-Ghazali “Adapun ziarah kepada Rasulallah Saw, maka harusnya (cukup) berdiri di hadapan makamnya, menziarahi beliau sesudah meninggal, sama seperti menziarahi ketika beliau hidup, maka janganlah mendekati makamnya melainkan seperti mendekati beliau dalam keadaan hidup, dan sebagaimana engkau lihat, adalah sebuah sikap hormat untuk tidak menyentuh dan menciumnya, hanya untuk berdiri agak jauh di hadapannya, maka begitulah yang semestinya engkau lakukan, sebab menyentuh dan mencium pemakaman itu adalah kebiasaan Nasrani dan Yahudi. (Ihya ‘Ulum al-Din al-Ghazali, 3/103)
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
Assalamualaikum..
BalasHapuspunteu atuh kang abdi nembe nepangan deui,biasa inet sok susah diajak kompromi..hehe.
* Betul apa yg ditulis diatas,jangan sampai hanya karna sebuah makam yg kita datangi kita menjadi syirik ( menduakan Allah ).Dosa yg tak terampuni..
haturnuhun kang pencerahanna..
@ateh: haturnuhun tos disumpingan.
BalasHapusiya teh semoga kita yang terhindar dari hal2 seperti diatas, amiin