Sebuah riwayat dari ibn Sa’ad dari Ubaidillah ibn Abi Yazid
menceritakan bahwa pada masa Nabi SAW, rumah beliau SAW tidak ada yang
bertembok. Orang yang pertama kali membangunnya adalah Umar ibn Khattab ra,
temboknya masih pendek dan kemudian ditinggikan dan dibangun lagi oleh Abdullah
ibn Zubair.
Pada masa al-Walid melalui tangan Umar ibn Abi al-Aziz saat
pembangunan Masjid Nabawi, rumah Rasulullah SAW ditembok dengan batu-batuan
hitam, seluas rumah aslinya.
Sebagaimana riwayat Imam al-Bukhori dari Hisyam
ibn Urwah dari bapaknya, ia berkata “Ketika temboknya roboh di zaman al-Walid
ibn abd Malik, mereka membangunnya kembali, tiba-tiba nampak sebuah kaki yang
mengagetkan mereka dan sempat disangka bahwa kaki yang terlihat adalah kaki
Rasulullah SAW, tak seorang pun yang tahu hingga datang Urwah mengatakan, “Tidak
demi Allah, itu bukan kaki Nabi SAW, itu adalah kaki Umar.”
Setelah sekian waktu berjalan nampak sebuah belahan di
tembok kamar, dan hanya ditutup dengan batu kapur sampai diperbaiki kembali
tahun 881 H, masa Qayit Bay.
Sekat Segilima
Tahun 91 H, Umar ibn Abd al-Aziz membangun tembok segilima
yang dikenal dalam bahasa Arab dengan “Mukhammas” untuk membentengi makam
Rasul, kira-kira tingginya 6,5 m. Sekat segilima ini tak beratap tapi juga tak
berpintu agar orang sulit melihat ke dalam.
Batas segilima yang sekarang diberi kiswah (kain penutup)
itu, sengaja dibentuk tidak seperti Ka’bah, sebagai langkah antisipasi untuk
orang yang menghadap ke arahnya, supaya tidak seperti menghadap Ka’bah, selain
itu agar tidak dijadikan sebagai tempat shalat.
Dua kali kebakaran yang sempat menimpa Masjid Nabawi tidak
ikut menyentuh sekat segilima ini. Meskipun kebakaran yang terjadi, Alhamdulillah
tidak sampai ke dalam kamar, tetapi tempat ini selalu menjadi perhatian para
sultan untuk perbaikan.
Sumber : Buku Sejarah Masjid Nabawi, Dr. Muhammad Ilyas Abdul
Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer