Perluasan pada saat itu sudah mencakup bagian Timur, Utara dan Barat, namun belum meliputi bagian Selatan yang berdekatan dengan saluran air pada lembah Ibrahim. Sehingga, Ka’bah tidak berada di tengah-tengah Masjidil Haram.
Oleh karenanya, Khalifah al-Mahdi pada Dinasti Abbasiah (wafat 169 H) memerintahkan agar Masjidil Haram diperluas sehingga Ka’bah berada persis di tengah-tengahnya.
Para Insinyur dan arsitekturnya lalu memberitahukan kepada Khalifah bahwa hal itu memerlukan kerja keras dan membutuhkan biaya yang sangat besar, terutama untuk memindahkan saluran lembah tersebut. Maka Khalifahpun berkata, “Aku harus menambah biaya penambahan ini, walaupun untuk itu aku harus mengeluarkan seluruh harta yang ada di bait al-mal (kas Negara)
Akhirnya, terlaksanalah apa yang diperintahkan dan menjadi cita-cita Khalifah al-Mahdi tersebut. Kesungguhan dan kerja kerasnya dapat dilihat pada beberapa bagian bangunan yang mampu bertahan selama 810 tahun, terhitung mulai 169 H/785 M hingga 979 H/1571 M.
Ada juga beberapa tiang bangunan pada bagian Selatan Masjid yang hingga kini masih tegak berdiri, bahkan tulisan-tulisan bersejarahnya (pada tiang-tiang tersebut) juga masih utuh.
Perluasan pada Masa Utsmani
Pada tahun 979 H/1571 M ada keretakan pada bagian atas serambi Timur Masjidil Haram, yang disebabkan oleh tertimpa reruntuhan Madrasah Qaitbai yang berdekatan dengannya. Oleh karenanya, Sultan Sulaiman al-Qanuni memerintahkan untuk merenovasi kembali Masjid secara total. Maka dimulailah pengerjaannya pada 980 H/1572 M dan berakhir pada masa pemerintahan anaknya, Sultan Murad pada tahun 984 H/1576 M.
Namun perlu diingatkan bahwa dalam renovasi tersebut tidak ada perluasan Masjid, sementara pembangunan lantai tempat thawaf telah dilakukan 440 tahun sebelumnya oleh Dinasti Utsmani juga.
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
0 komentar:
Posting Komentar