Kebun Renungan

Kebun Renungan
Pola hidup dan pola pikir kita sekarang, akan sangat menentukan keadaan kita di masa datang. Harta, keangkuhan, keegoisan dan kesombongan, bila tak pandai mengelolanya hanya akan semakin merendahkan diri kita sendiri , Mari kita memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk kebaikan, jangan sampai kita menyadarinya di batas kemampuan. Sebuah renungan dari seorang sahaba. (Baca)

Sejarah Mekah

Sejarah Mekah
Ka'bah, Masjidil Haram, Mekkah Al-Mukarromah

Ngobrol sama Ustadz Kampung

Ngobrol sama Ustadz Kampung
SHALAT KHUSYU, adalah suatu keadan yang setiap kita mendambakannya. Bisakah kita shalat khusyu? Ataukah hanya milik para Nabi atau 'alim ulama saja? Bagaimana caranya? Mungkin catatan ini bisa dijadikan bahan renungan. (Baca)

Buku Tamu

Belajar Menikmati Hidup

Terkadang kita dihadapkan pada perasaan, kesel, jengkel, rasa ga suka, benci, dendam dan segaala yang membuat hati dan pikiran jadi capek, kita ingin lepas dari perasaan itu, tapi sulit rasanya. Bagaimana kita bisa menikmati hidup jika perasaan itu masih ada ? ...Read more...

Sahabat Setia

Selamat datang di Rumah Sahaja, terimakasih atas kunjungan silaturahimnya

Hapuskan Bencana Dosa Dengan Mohon Ampunan

Minggu, 23 Agustus 2009


KOMPAS, Sabtu, 15 Desember 2001

(Oleh : Jalaluddin Rahmat)

"Orang yang paling celaka adalah orang yang meninggalkan Ramadhan tanpa memperoleh ampunan Tuhan." Nabi Muhammad SAW.

Ketika di Afganistan Osama bin Laden diburu tentara Amerika, di Amerika ada seorang Afgan yang dipuja jutaan rakyat Amerika dan dijuluki the most popular poet in America today. Namanya Jalaluddin Rumi. Ia lahir di Balkh, kota kuno di sebelah barat Mazar-e-Sharif, Afganistan utara. Hari tuanya dihabiskan di Konya, sebuah kota jauh di sebelah selatan Ankara. Di situ, 700 tahun lalu, ia mengajar dengan keluasan ilmu dan ketinggian akhlaknya. Kini, ia masih mengajar kita dengan puisi-puisi sufi dan riwayat hidupnya.



Alkisah, seorang saudagar Tabriz berkunjung ke Konya. Kepada agennya di kota itu, ia menyatakan keinginannya untuk dipertemukan dengan ulama besar dan saleh. Agennya pun membawa dia kepada seorang kiai yang sedang naik daun. Dengan membawa hadiah barang-barang berharga, saudagar itu dipandu masuk sebuah rumah yang megah. Ia melewati banyak penjaga, anak buah, pegawai, dan pembantu. Ia bertanya apakah temannya tidak salah membawanya ke tempat itu. Bukankah ini sebuah istana dan bukan pesantren?

Teman-temannya dengan sia-sia meyakinkan dia bahwa keberhasilan pesantren sekarang diukur sama dengan keberhasilan perusahaan. "Sekiranya Anda tidak dikenal sebagai pedagang besar, Anda mungkin hanya akan diterima setelah mendaftar tiga bulan sebelumnya," ujar sang agen.

Walaupun ragu, saudagar menyampaikan hadiahnya. Setelah berbasa-basi, ia mengajukan pertanyaan, "Bapak Kiai, belakangan ini bisnis saya rugi terus, padahal setiap tahun saya membayar zakat.. Selain zakat, saya juga mengeluarkan sedekah sejauh kemampuan saya. Dapatkah Bapak Kiai memberikan jalan agar saya terlepas dari keadaan yang tidak menguntungkan ini?" Selain senyumnya yang genit, kiai besar itu tidak dapat memberikan jawaban yang memecahkan persoalan.

"Bawalah aku pada seorang kiai yang sederhana dan saleh. Aku ingin ketemu kiai yang kebesarannya diukur dari ilmu dan ketakwaannya, bukan dari pegawai dan kekayaannya. Aku ingin memberikan penghormatanku kepadanya. Aku juga ingin belajar dan siapa tahu mendapat solusi untuk masalah yang sedang aku hadapi," katanya kepada teman-temannya.

Mereka berkata, "Orang dengan sifat-sifat yang Anda sebutkan itu adalah guru kami, Maulana Jalaluddin Rumi. Ia telah meninggalkan segala kesenangan kecuali kecintaannya kepada Tuhan. Ia menghabiskan siang malamnya dalam ibadat. Ia memang samudera untuk ilmu duniawi maupun ilmu rohani."

Dengan membawa uang 50 sequin untuk hadiah, saudagar tadi mendatangi Jalaluddin (Jalal) di pesantrennya. Jalal sedang duduk sendirian di tengah-tengah tumpukan buku.

Sebelum saudagar Tabriz itu sempat membuka mulutnya, Jalal sudah menyapanya, "Uang lima puluh sequin hadiahmu itu aku terima, tetapi jauh lebih berharga bagimu adalah uang yang hilang dalam kerugian usahamu. Allah SWT bermaksud memberikan pelajaran dan ujian bagimu. Kerugian kamu itu adalah akibat dosamu.. Dulu kamu pernah berkunjung ke sebuah kota di
Firengistan (Eropa). Di sudut pasar berbaring seorang fakir, yang sangat dicintai Tuhan. Kamu melewati dia dan meludahinya. Kamu menunjukkan ketidaksukaanmu kepadanya. Hatinya terluka karena perbuatanmu. Allah menghukum kamu dengan berbagai kerugian dalam bisnismu. Sekarang berangkatlah ke sana. Bebaskan dirimu dengan meminta maaf kepadanya. Sampaikan salam kami kepadanya."

Berangkatlah saudagar itu ke tempat yang ditunjukkan Jalal. Ia menemukan si fakir itu masih berbaring di sudut pasar. Ia turun dari kudanya, memeluk si fakir, dan sambil meminta maaf membersihkan debu di pipi orang miskin itu dengan linangan air matanya. Setelah itu, Allah menganugerahkan kehidupan bahagia kepadanya dan ia pun akhirnya bergabung menjadi pengikut Jalal.

Kisah di atas, dengan sedikit perubahan redaksional, diambil dari Manaqib al-'Arifin, tulisan Al-Aflaki. Moral dari cerita itu sederhana saja. Dosa apa pun akan berakibat buruk pada kehidupan kita. Sering dosa yang membawa bencana adalah perbuatan yang kita anggap kecil, padahal di mata Tuhan sangat besar.

***
DALAM ensiklopedi hadis yang terdiri dari 111 jilid, Bihar al-Anwar, Nabi Muhammad SAW diriwayatkan bersabda, "Takutilah dosa, karena dosa itu akan menghancurkan kebaikan. Ada dosa yang menyebabkan pelakunya melupakan ilmu yang sudah diketahuinya. Ada dosa yang menyebabkan pelakunya tidak bisa melakukan shalat malam. Ada dosa yang menyebabkan rezeki tertahan, meski sudah disiapkan kepadanya." Lalu, Nabi SAW membaca ayat-ayat Al Quran mulai
dari "Sesungguhnya Kami telah menguji mereka seperti Kami menguji para pemilik kebun...." (Al Qalam 17-32)

Dalam rangkaian ayat itu, Tuhan berkisah tentang para pemilik kebun. Dua belas mil dari Yaman ada kota yang bernama Saria. Ada seorang pemilik kebun yang sangat baik. Setiap kali panen ia membagikan sebagian hasil panennya untuk fakir miskin, orang-orang yang sedang dalam perjalanan, dan orang-orang yang meminta bantuan.

Setelah pemilik kebun meninggal dunia, tiga anak mewarisi perkebunannya. Dua anaknya ingin menghentikan kebiasaan ayahnya; satu ingin melanjutkannya. Tetapi, karena ia sendirian, akhirnya ia tunduk pada keputusan saudara-saudaranya.

Ketika hendak memanen hasil kebunnya, mereka berangkat pagi-pagi sekali. Di jalan mereka bercakap dengan berbisik-bisik karena khawatir orang miskin mengetahuinya.

Ketika sampai di kebun, Tuhan sudah menghancurkan kebun itu dan menjadikannya hitam gersang. Tuhan menghukum mereka karena rencana mereka untuk tidak berbagi hasil panen dengan orang-orang miskin. Akhirnya mereka sadar, bertasbih, dan bertobat. Tuhan pun menggantinya dengan kebun yang lebih subur dan hasil yang lebih berlimpah.

Masih dalam Bihar al-Anwar diriwayatkan hadis berikut ini, "Bila perzinahan sudah dilakukan terang-terangan, akan terjadi banyak kematian yang tiba-tiba. Jika timbangan (transaksi) dilakukan dengan tidak jujur, Allah akan menyiksa mereka dengan tahun-tahun kekeringan dan kekurangan. Jika mereka menahan zakatnya, bumi akan menahan keberkahannya dari tanaman, buah-buahan, dan semua barang tambang. Apabila mereka tidak lagi menegakkan hukum dengan adil, akan terjadi kerja sama dalam melakukan kezaliman dan permusuhan. Jika mereka mengkhianati amanat (perjanjian) , Allah akan menaklukkan mereka di bawah musuh mereka. Jika mereka memutuskan persaudaraan (seperti selalu gontok-gontokan) , kekayaan akan dipegang oleh orang-orang jahat. Jika mereka menghentikan amar makruf nahi munkar dan tidak mengikuti orang-orang yang baik dari keluargaku, Allah akan memberikan kekuasaan pada orang-orang jahat; lalu pada waktu itu orang-orang baik di antara mereka berdoa dan doanya tidak dipenuhi".

Apa yang disampaikan Nabi bukanlah ramalan, tetapi sunnatullah, atau hukum alam. "Dan kamu tidak akan mendapatkan perubahan dalam Sunnatullah. " (Al Ahzab 62; Fathir 43). Dari hadis itu dan banyak ayat Al Quran, yang sebagian saya kutipkan di bawah, dosa-dosa itu menyebabkan penderitaan bukan saja bagi pelakunya, tetapi juga bagi anak cucunya, bahkan lingkungan di sekitarnya

***
WALHASIL, setiap dosa mengundang bencana. Tetapi, karena kasih-Nya yang mahaluas, sebagian besar dosa itu dimaafkan Allah. Maaf berasal dari kata "afaa", yang semula berarti menghapuskan jejak. Di padang pasir, jika seseorang diburu musuh, sambil lari ia menghapus jejak yang ditinggalkannya. Dengan begitu, musuh tidak dapat menangkapnya.

Ketika pada malam-malam Ramadhan, kita berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Maaf dan Maha Pemurah. Engkau suka memaafkan. Maafkanlah kami.", kita sebetulnya memohon agar Allah menghapuskan akibat-akibat dosa yang kita lakukan.

Bagaimanakah caranya kita memperoleh ampunan Allah? Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan Allah. "Punggung-punggung kalian sudah berat menanggung dosa-dosa kalian. Ringankanlah beban kalian dengan memperbanyak sujud," sabda Nabi dalam khotbah menyambut Ramadhan.

Dalam sujud itu, perbanyaklah istigfar. Dengan istigfar, kita memohon agar Tuhan melepaskan kita dan makhluk Allah yang lain dari akibat buruk dosa-dosa kita; agar Dia tidak menghukum kita; dan agar Dia mengharumkan kembali diri kita yang sudah busuk karena kelakuan buruk kita. "Pakailah wewangian istigfar, supaya Allah tidak mempermalukan kalian dengan bau busuk dari dosa-dosa kalian," kata Ali bin Abi Thalib.

***
SIAPAKAH sekarang ini yang harus mendengarkan nasihat Ali bin Abi Thalib? Lebaran ini, negeri kita dilanda bencana besar. Pengangguran melonjak luar biasa. Seratus juta rakyat terpuruk di bawah garis kemiskinan. Rupiah masih tersungkur. Dan ketakutan masih menghantui kita semua.
Seperti terjadi pada saudagar dari Tabriz, semua yang dilakukan (dan tidak dilakukan) pemerintah hanya menumpuk kerugian dan kerugian. Setiap orang Indonesia konon punya utang Rp 7 juta. Boleh jadi semua kita berdosa, tetapi jelas dosa yang paling berat ditanggung para penguasa dan pengusaha. Jika kita ingin melepaskan bangsa ini dari bencana yang lebih teruk, seperti Maulana Jalaluddin, kita harus memaksa para pemimpin mendatangi rakyat yang sudah tersungkur di sudut-sudut pasar yang berbau amis. Mereka harus mengembalikan hak-hak mereka, membersihkan debu kesengsaraan dari tubuh mereka dengan linangan air mata penyesalan mereka. Lebaran inilah saatnya!

"Berikanlah hartamu kepada orang-orang miskin, sebelum datang kepadamu satu saat ketika kamu mengedarkan sedekahmu, tetapi orang-orang miskin itu akan berkata, 'Hari ini tidak kami perlukan sedekahmu. Yang kami minta adalah darahmu'," sabda Nabi Muhammad SAW.

Seorang raja terbangun dari tidurnya, kata Sa'di, penyair Persia. Ia mendapatkan dirinya duduk di atas tumpukan debu istananya. Api besar telah menghabiskan semua kekayaannya. Ia bertanya dari mana api yang menghancurkan semuanya itu. Seorang Darwisy berkata, "Dari asap kepedihan rakyat yang menderita di bawah kekuasaanmu! "

* Jalaluddin Rakhmat, Ketua Yayasan Muthahhari, Bandung.

3 komentar:

  1. siip n good post nii.
    mudah2an dgn ramadhan ini, kita smua bs memperbaiki diri dr sgala dosa dan terhindar dr bencana yg kita tdk sanggup memikulnya. aamiin

    BalasHapus
  2. Artikel yang bagus sob...
    Sayang, sudah sulit mencari Jalal-jalal lain selain Rumi dan Rachmat.
    Jika semua ulama bertindak seperti itu, sungguh mulia mereka.
    Saya teringat cerita ketika Kang Jalal naik taksi. Si supir taksi bercerita bahwa istrinya sedang melahirkan dan tidak ada biaya untuk menebusnya. Seketika itu Kang Jalal memberikan seluruh uang yang ia bawa ke sopir taksi itu. Sungguh luar biasa.
    Sayang, orang seperti Kang Jalal banyak disukai, tapi "syiah"-nya malah dibenci

    BalasHapus
  3. @JT & Kang eNeS : Begitulah kebanyakan kita kalau sudah ga suka, semuanya adalah jelek, mereka tidak melihat kebaikannya, seolah-olah tertutup semuanya, padahal Hal baik itu datangnya dari Allah
    Semoga post yang saya ambil ini bisa membangkitkan nilai-nilai yang sudah tidak nampak lagi, amiin

    BalasHapus


TEH PANAS ternyata dapat memicu 'Kanker Kerongkongan'. Apakah anda salah satu penikmat teh panas? Catatan ini perlu untuk di simak. (Baca)

Ngobrol sama Ustadz Kampung

Cerita Keluarga Sahaja

Entri Populer