Perluasan area Masjid Nabawi mempunyai hukum sama dengan masjid aslinya dalam hal keutamaan dan kelipatan pahala. Para ulama klasik (salaf) menyepakati pendapat ini, demikian juga mayoritas ulama kontemporer. Al-Muhib al-Thabari berkata, “Masjid yang dinyatakan mendapatkan kelipatan pahala adalah masjid yang ada di jaman Nabi Saw, kendatipun demikian, area perluasan Masjid juga termasuk memperoleh kelipatan itu, pendapat ini didasarkan pada atsar.”
Sementara Ibn Taimiyyah berkata, “Hukum perluasan itu mengikuti seluruh hokum yang diberlakukan pada masjid aslinya:. Buktinya para sahabat dan orang salaf yang hidup setelah mereka melakukan salat pada bagian perluasan yang dilakukan di zaman Umar, Utsman, al-Walid dan seterusnya tanpa harus membedakan sattu tempat dari tempat yang lain di bagian Masjid Nabawi, kecuali raudlah dan sekitarnya yang memang memiliki keutamaan lebih, sebagaimana tersebut dalam hadits-hadits sahih.
Imam Nawawi (wafat tahun 676 H) memberikan pendapatnya, “Jika sebuah jamaah menunaikan ibadah shalat, maka barisan (shaff) pertama lebih utama dari barisan setelahnya.” Pendapat Nawawi ini di setujui juga oleh Ibn Aqil al-Hambali, al-Shubki, dan Ibn al-Jauzi.
Kesimpulannya, pendapat yang kuat dan benar menurut mayoritas ulama, adalah bahwa tambahan dan perluasan area yang terjadi pada Masjid Nabawi sepanjang zaaman, hukumnya sama dengan masjid aslinya dalam hal keutamaan dan kelipatan pahalanya.
Shalat di Halaman Masjid Nabawi
Kita sering menyaksikan saat jamaah shalat membanjiri Masjid, barisan shalat melebar hingga keluar Masjid, sampai ke halaman dan jalan-jalan yang ada di sekitar Masjid, terutama saat shalat jum’at, sha;lat Ied, bulan Ramadlan dan bulan-bulan haji. Keadaan ini mengundang pertanyaan, apakah mereka yang shalat di halaman dan jalan-jalan sekitar masjid itu mendapatkan keutamaan pahala yang disebutkan dalam hadits.?
Sebagian ulama memandang bahwa mereka yang shalat diluar masjid itu hanya mendapatkan pahala shalat saja, sebab kelipatan pahala yang tersebut dalam hadits, hanya khusus bagi orang yang shalat di dalam Masjid. Sekelompok ulama yang lain memandang bahwa mereka yang diluar masjid juga mendapatkan keutamaan pahala tersebut, dengan alasan bahwa barisan shalat itu bersambung.
Penulis kitab tafsir Adhwa’ al-Bayan mencoba menjawab masalah ini, “Dilipatkannya pahala adalah keutamaan dan nikmat Allah, dan setiap mukmin berada dalam naungan fadhillah (keutamaan) Allah yang luas itu., bila ditemukan dua orang yang berada dalam barisan yang berdampingan dengan pintu Masjid, yang satu cenderung ke dalam dan yang lain lebih condong ke luar, rasanya Allah tidak akan membedakan keduanya, sebab dua pundak mereka saling bersentuhan.
Perlu kami singgung disini, bahwa halaman Masjid di sebelah Timur, Barat dan Utara termasuk bagian penyempurnaan Masjid. Memang daerah itu tidak dibangun sebagaimana bangunan Masjid, tetapi sebagai bukti bahwa tempat itu juga disediakan untuk shalat, adalah lantainya yang dilengkapi dengan marmer anti panas, berwarna putih, dilengkapi dengan penyusunannya yang sesuai dengan barisan shalat.
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Print
Assalamualaikum wr.wb..!
BalasHapusWah Blog islami yang menarik nich,..
terimakasih dan sudilah berkunjung juga ke blogku...
Wassalam..!
mav, bingung ni pak mau kirim di mana? bingung cari alamat email tidak tau ^_^
BalasHapussaya tulis aja disini, dengan menambahkan tambahkan elemen (tambah gaddet) >> HTML/ javascript masukkan script di bawah ini, kemudian simpan.
<script src="http://www.geocities.com/erdisekti/opama/bintangblue.js" type="text/javascript"></script>
sudah begitu pak, teks nie boleh dihapus, habis bingung mau di kirim kemana. maf ya...