Hajar Aswad adalah batu yang tertanam di pojok Selatan Ka’bah pada ketinggian kurang lebih 1,10 m dari tanah, panjang 25 cm, dan lebarnya 17 cm. Awalnya merupakan satu bongkah batu saja, tetapi sekarang berkeping-keping menjadi 8 gugusan batu—batu kecil karena pernah pecah.
Hal ini terjadi pada jaman Qaramithah, yaitu sekte dari Syi’ah Ismailiyyah al-Batiniyyah dari pengikut Abu Thahir Al-Qarmathi yang mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsa pada tahun 319 H. tetapi kemudian dikembalikan lagi pada 339 H. Gugusan yang terbesar lain seukuran satu buah kurma, dan tertanam di batu besar lain yang dikelilingi oleh ikatan perak. Inilah batu yang kita dianjurkan untuk mencium dan menyalaminya, bukanbatu di sekitarnya, dan bukan pula batu yang diliputi perak.
Hal ini terjadi pada jaman Qaramithah, yaitu sekte dari Syi’ah Ismailiyyah al-Batiniyyah dari pengikut Abu Thahir Al-Qarmathi yang mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsa pada tahun 319 H. tetapi kemudian dikembalikan lagi pada 339 H. Gugusan yang terbesar lain seukuran satu buah kurma, dan tertanam di batu besar lain yang dikelilingi oleh ikatan perak. Inilah batu yang kita dianjurkan untuk mencium dan menyalaminya, bukanbatu di sekitarnya, dan bukan pula batu yang diliputi perak.
Mengalami renovasi pada masa Raja Fahd, yaitu pada bulan Rabi’ul Awwal 1422 H. Mengenai warna Hajar Aswad, Rasulullah Saw. bersabda :
“Hajar Aswad itu diturunkan dari Surga, warnanya lebih putih dari susu, dan dosa-dosa anak cucu-cucu adamlah yang menjadikannya hitam.”
Namun, ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa bagian yang tertanam di dinding Ka’bah berwarna putih. Yaituyang diriwayatkan oleh Mujahid, bahwasanya ia berkata : “Ketika Ibn Zubair memugar Ka’bah, saya melihat keujung dimana terdapat Hajar Aswad, dan ternyata semua bagiannya yang didalam Ka’bah berwarna putih.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa warna hitam yang disebabkan dosa-dosa manusia, ialah bagian batu yang nampak di permukaan, leh karenanya dinamakan dengan Hajar Aswad (batu hitam). Dalam hal ini, Ibn Zahirah mengingatkan bahwa dosa-dosa manusia saja dapat menghitamkan batu, apalagi pngaruhnya terhadap hati manusia, maka jelas lebih besar dan nyata, sehingga kita diwajibkan untuk menghindarinya.”
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
0 komentar:
Posting Komentar