Yang dimaksud Masjidil Haram meliputi Ka’bah, tempat thawaf di sekelilingnya, dan bangunan maupun halaman untuk shalat, termasuk meliputi pula semua bagian perluasan yang dimulai pada masa Umar ibn khattab sampai Raja Fahd ibn Abdul Aziz sekarang ini.
Keutamaan Masjidil Haram.
Dari Abu Dzar ra. Diriwayatkan bahwa dia berkata, “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang dibangun pertama kali di muka bumi ini?” Rasulullah menjawab, “Masjidil Haram”.
“Lalu masjid apalagi?”, tanyaku kembali. Beliau menjawab. “Masjid Aqsha”. “Berapa lama antara keduanya?” timpalku , “40 tahun” kata Rasulullah. (Shahih Muslim)
Menurut Ibnu al-Qayyim, yang dimaksud dengan pembangunan Masjidil Aqsha tersebut ialah pembangunan yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub ibn Ishaq as, yang kemudian direnovasi kembali oleh Nabi Sulaiman as.
Sedangkan dari Jabir ra, dikisahkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Shalat di masjidku ini adalah 100 kali lebih utama daripada shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Karena shalat di Masjidil Haram ialah lebih utama 100 ribu kali dari pada shalat di masjid lain”.
Shalat di Masjidil Haram keutamaannya sama dengan shalat di tempat lain selama 55 tahun 6 bulan 20 malam.
Penataan Shaff di sekitar Ka’bah.
Pada mulanya, dahulu orang shalat bersama imam di belakang Maqam Ibrahim. Namun, lama kelamaan dirasa semakin sempit, sehingga menuntut Khalid ibn Abdullah al Qusary, yaitu Gubernur Mekah (Wafat 120 H) untuk menata dan menertibkan shaff (barisan) orang-orang shalat. Perbuatannya ini mendapat dukungan dari ulama-ulama besar dari ta’bi’n dan para ulama salaf yang shalih. Maka diteruskanlah upaya baik menata shaff tersebut.
Menurut Ibnu Jarij bahwasanya ia berkata kepada Atha’, “Jika Masjidil Haram orangnya sedikit, engkau lebih suka orang-orang shalat dibelakang Maqam Ibrahim atau dengan cara membentuk satu Shaff saja di sekeliling Ka’bah ?” Atha’ menjawab “Satu shaff di sekeliling Ka’bah dan seterusnya.”
“Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya.” (Qs. Al-Zumar/39:75).
Perlu diingat pula bahwa bagi orang shalat di dalamnya, harus menghadap tepat kearah Ka’bah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar ra, bahwa antara Timur dan Barat merupakan Kiblat kecuali di Ka’bah, Sedangkan riwayat dari Ibnu Abi Husain mengatakan “Ka’bah ialah kiblatnya orang yang di masjid, dan masjid ialah kiblatnya penduduk tanah suci…”
Setelah perluasan Saudi pertama dan kedua, sulit bagi orang-orang yang shalat untuk melihat langsung Ka’bah sebab kadang-kadang terhalang oleh bangunan atap, tempat Sa’i halaman sekitar masjid, dan lain sebagainya. Sehingga mengharuskan pemerintah Kerajaan Saudi di bawah komando Raja Fahd untuk memberi garis melingkar di lantai pada sekeliling dan sekitar Ka’bah guna memudahkan orang-orang yang shalat membuat shaff menghadap Ka’bah.
Sumber : Sejarah Mekah, Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Penerbit Al-Rasheed Printer
0 komentar:
Posting Komentar