Kebun Renungan

Kebun Renungan
Pola hidup dan pola pikir kita sekarang, akan sangat menentukan keadaan kita di masa datang. Harta, keangkuhan, keegoisan dan kesombongan, bila tak pandai mengelolanya hanya akan semakin merendahkan diri kita sendiri , Mari kita memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk kebaikan, jangan sampai kita menyadarinya di batas kemampuan. Sebuah renungan dari seorang sahaba. (Baca)

Sejarah Mekah

Sejarah Mekah
Ka'bah, Masjidil Haram, Mekkah Al-Mukarromah

Ngobrol sama Ustadz Kampung

Ngobrol sama Ustadz Kampung
SHALAT KHUSYU, adalah suatu keadan yang setiap kita mendambakannya. Bisakah kita shalat khusyu? Ataukah hanya milik para Nabi atau 'alim ulama saja? Bagaimana caranya? Mungkin catatan ini bisa dijadikan bahan renungan. (Baca)

Buku Tamu

Belajar Menikmati Hidup

Terkadang kita dihadapkan pada perasaan, kesel, jengkel, rasa ga suka, benci, dendam dan segaala yang membuat hati dan pikiran jadi capek, kita ingin lepas dari perasaan itu, tapi sulit rasanya. Bagaimana kita bisa menikmati hidup jika perasaan itu masih ada ? ...Read more...

Sahabat Setia

Selamat datang di Rumah Sahaja, terimakasih atas kunjungan silaturahimnya

Tangisan Para Sahabat

Rabu, 03 Juni 2009


Nabi Muhammad saw. Memuji umatnya yang hidup diatas sifat baik dan meninggalkan sifat-sifat tercela. Nabi seakan menginginkan umatnya untuk selalu taat dan terus menerus dalam sifat terpuji. Pada suatu malam, dibulan Rajab, Nabi bangun tengah malam, dan pergi menuju ke masjid untuk melihat para sahabatnya, apakah ada yang bangun tengah malam untuk bermunajat kepada Allah.
Ketika telah dekat dari masjid, Nabi mendengar suara Abu Bakar yang menangis ketika sedang shalat. Abu baker bermaksud menghatamkan Al-Quran dalam shalat dua rakaat, tetapi ketika sampai pada ayat : “ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
QS. At-Taubah (9) : 111.
Ketika sampai pada ayat tersebut, dia menangis dengan kesedihan yang amat sangat.

Disudut masjid lain, nabi mendengar suara Ali bin abi Thalib yang juga sedang menangis dengan suara keras. Dia ingin menghatamkan Al-Quran dalam shalat dua rakaat. Akan tetapi, ketika membaca ayat Al-Quran : “ Katakanlah, apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui ? Hanya orang-orang yang berakal yang bias menerima pelajaran.” Qs. Az-Zumar (39) : 9.
Ketika sampai ayat tersebut, Ali menangis, air matanya berderai.



Disudut yang lain lagi didalam masjid, Mu’adz bin Jabal juga sedang menangis dengan suara keras, dia bermaksud menghatamkan Al-Quran setengah surah atau sepertiganya, kemudian dia mengganti dengan surah lain, tetapi selalu saja dia menangis dalam shalatnya, hingga air matanya bercucuran ditempat sujud.

Dibagian lain tampak juga Bilal tengah melakukan shalat dan sebagaimana para sahabat yang lain, Bilal juga telah menangis bercucuran air mata.
Rasulullah pun akhirnya ikut menangis hingga mereka selesai melakukan shalat. Nabi pulang ke rumah, akan tetapi hatinya merasa bergmbira, hingga akhirnya sampai di rumah. Para sahabat yang tadi malam melakukan shalat malam di masjid itu , tidak ada satupun yang mengetahui Bahwa nabi dating ke masjid dan menyaksikan munajat mereka dimasjid.

Pada subuhnya, mereka melakukan shalat berjamaah bersama Nabi saw. Nabi lalu menatap muka mereka dan bertanya kepada mereka.
“ Wahai Abu Bakar, mengapa engkau menagis pada ayat : “ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
“ Bagaimana aku tidak menangis ?” jawab Abu Bakar . “ padahal Allah telah membeli jiwa para hamba, jika hamba itu cacat, pastilah dia tidak akan dibeli, atau jika tampak cacatnya setelah dibeli pastilah akan dikembalikan, jika ternyata aku cacat ketika dibeli, atau ketahuan cacat setelah dibeli, maka tentulah aku akan masuk ke neraka, karena itulah aku menangis.” Lanjut Abu Bakar.
Maka datanglah Jibril kepada nabi, dan berkata :
“ Wahai Muhammad, katakanlah kepada Abu Bakar, jika pembeli tahu cacat hamba dan membelinya karena tahu cacatnya maka Dia tidak berhak mengembalikannya, Allah mengetahui dengan cacat hamba-Nya sebelum Dia menciptakan-Nya. Beserta cacatnya maka dibeli dan tak akan dikembalikan, juga dengan cacat setelah dibeli.
Misalnya, seseorang membeli sepuluh budak dan ada satu yang cacat, lantas dia hanya mau membeli yang tidak cacat, maka hokum tidak mengatur begitu.
Allah telah membeli orang-orang mukmin – orang-orang yang beriman – dan memasukannya diantara para sufi, wali, para nabi dan para rasul. Dengan terhimpunnya semua umat maka tidak akan dekembalikan para nabi, para wali, para rasul. Nyatanya bahwa yang cacat tak akan dikembalikan.”
Mendengar penuturan malaikat Jibril, Nabi bergembira demikian pula para sahabat.

“Apa yang menyebabkan engkau menangis ketika membaca : : “ Katakanlah, apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui ? Hanya orang-orang yang berakal yang bisa menerima pelajaran.” Tanya nabi kepada Ali bin Abi Thalib.
“ Bagaimana aku tidak menangis mendengar firman Allah itu ?” kata Ali bin Abi Thalib “ Sedangkan bapak kita nabi Adam adalah manusia yang paling mengetahui, seperti firman Allah SWT. “ Allah mengajarkan Adam nama-nama semuanya “ , sedangkan aku tidak mungkin akan mengetahui sesuatu sebagaimana Nabi Adam. Bagaimana aku tidak sedih ?”

Maka datanglah malaikat jibril dan berkata, “ Wahai Muhammad, katakanlah kepada Ali bin Abi Thalib, tidaklah sama dengan apa yang engkau sangkakan. Tetapi ketahuilah, tidak akan sama pada hari kiamat, antara orang-orang kafir dan orang-orang mukmin. Orang kafir menyembah berhala dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Sedangkan orang-orang mukmin menyembah Allah setiap waktu dan keadaan selalu membaca “ Laa ilaha illallah, Muhammadur rasulullah “ (tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah), mereka jika berbuat baik bergembira, dan jika berbuat jelek bmereka beristigfar, meminta anpunan, jika kepergian mereka meng-qasar dan mengurungkan puasanya, dan itu semua telah diharamkan. Maka tidaklah sama antara orang kafir dan orang mukmin. Orang kafir berada di neraka sedangkan orang mukmin berada di surga.”

Hikmah
Pemahaman seseorang terhadap ayat-ayat suci Al-Quran, tidaklah sama. Seseorang yang telah mencapai kedekatan dengan Tuhan berdasarkan pemahaman yang komprehensif, serta pengalaman rohani yang suci, ketika mendengar ayat-ayat suci dibacakan akan merasa ada sentuhan jiwa yang mengusik-usiknya, demikian pula dengan keberadaan para sahabat Nabi yang memang telah memiliki sifat-sifat terpuji dengan kesungguhan hati nurani yang amat dalam.

Begitu dibacakan ayat tentang berderma, ayat tentang keutamaan ilmu dan ayat-ayat lainnya, para sahabat Nabi tersebut bercucuran air matanya karena merasa belum semaksimal mungkin untuk melakukan sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam ayat-ayat suci Al-Quran tersebut, sahabat Abu Bakar menangis dalam shalatnya ketika membaca ayat-ayat tentang keutamaan berderma, karena dirinya belum maksimal berderma dijalan Allah. Sahabat Ali menangis didalam shalatnya ketika membaca ayat-ayat tentang keutamaan ilmu pengetahuan, karena merasa dirinya belum berbuat banyak dalam hal ilmu pengetahuan. Demikian pula para sahabat nabi yang lain, merasa belum berbuat apa-apa dan terlalu jauh dengan apa yang diperintahkan Allah. Padahal kita tahu bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang selalu menggunakan hartanya untuk berderma di jalan Allah, Ali adalah sahabat nabi yang selalu haus dengan ilmu pengetahuan sehingga dikenal sebagai Babul Ilmi (pintu ilmu pengetahuan)

Lantas ketika ayat-ayat Al-Quran dibacakan dan kita mendengarnya,
Sudahkah hati kita merasa tersentuh karenanya ?
Atau ketika kita shalat malam bermunajat kepada Allah, sudahkah hati kita merasa tersentuh karenanya ?
Jika hati kita belum merasa tersentuh oleh bacaan ayat-ayat suci Al-Quran, boleh jadi karena kita belum memahami artinya, atau jika sudah memahami arti ayat-ayat suci Al-Quran tapi masih belum tersentuh karenanya, mari kita mencoba untuk lebih meresapi arti dan makna ayat-ayat suci Al-Quran tersebut.
Dan sudahkah kita merasa berhubungan atau berkomunikasi dengan Tuhan ketika melakukan shalat, yang sebenarnya adalah komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya ?
Jika belum …..
kita memang masih harus belajar untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan senantiasa melakukan ibadah-ibadah untuk mendekatkan diri kepadaNya.
…………………..


sumber : Pintu Surga telah terbuka ( kisah-kisah religius dalam tradisi klasik Islam ) oleh Drs Samsul Munir Amin, M.A

2 komentar:

  1. Terima kasih dah publikasikan tulisan saya "Tangisan para sahabat" di web sini. semoga bsa diambil hikmah n manfaatnya.
    [Samsul Munir Amin, Fakultas Dakwah & Komunikasi, Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo]

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah .... sudah di tengokin, terimakasih dengan bukunya, saya banyak mendapat pencerahan dari buku Bapak, makanya saya posting di web saya, semoga juga bisa membukakan hidayah dan manfaat untuk saudara2 kita, amiiin
    Kalau ada sesuatu yang perlu diluruskan dalam catatan saya, tolong bantu meluruskannya, sekali lagi terimakasih sekalian saya mohon izin untuk menulis yang lainnya
    Salam u/ kel.semua

    BalasHapus


TEH PANAS ternyata dapat memicu 'Kanker Kerongkongan'. Apakah anda salah satu penikmat teh panas? Catatan ini perlu untuk di simak. (Baca)

Ngobrol sama Ustadz Kampung

Cerita Keluarga Sahaja

Entri Populer